P*mpers

Di suatu pagi… 

“Handa, beli p*mpers yaa..!” ujar seorang istri sedikit menguatkan volume karena sang suami sudah beranjak keluar pintu. 

Khawatir tak terdengar, si istri bilang ke anak perempuan yang berangkat sekolah bersama ayahandanya itu, “Kak, nanti bilang handa beli p*mpers ya!”.

Tak berapa lama,
Sang suami tiba kembali ke rumah. Kemudian ke dapur sambil berkata,” ini tempenya.. “.

#%*@&%

___________

Cat. p*mpers ini bukan merek sebenernya. Masih kebawa kebiasaan jadoel, nyebut barang dengan sebutan yang populer pada jamannya, meskipun barangnya bukan merk tersebut. hoho.

Catatan

Scroll ke bawah.

Manjat lagi.
Membaca kemudian terbelalak.

‘Gusti, ini status teh meni alay pisan’, bisiknya dalam hati.

‘Segala kejadian kenapa nongol di beranda😥’, keluhnya sambil sigap sang telunjuk menekan tombol hapus.

Hati pun berdebar. Tulisan demi tulisan yang tertuang dalam media online buatan manusia masih saja tersimpan rapi. Menyejarah.

Lalu bagaimana dengan amalan yang telah terlupa. Entah itu menyisakan luka bahkan dosa. Pasti tercatat semua😭.
Dalam diam, ia pun terpaku: memanjatkan doa.

Abang Becak yang Sabar

IMG_20170523_170040

Hari itu saya duluan pulang tanpa suami. Beliau masih ada tugas yang harus dikerjakan. Becak adalah pilihan terbaik untuk mengantar saya pulang ke rumah.

Saya menyetop becak yang lewat. Seperti biasa, sebelum naik saya memberi tahu tujuan dan bertanya tarif becak ke tempat tujuan saya. Kalau cocok, baru deal. Kalau tidak, cari becak yang lain.

“ke Marendal berapa , bang?”, tanya saya.

“ kalau biasanya ya bu, 15 ribu”, jawab si abang becak.

Tentu kaget saya mendengar angka tersebut. Pasalnya hampir kalau naik becak dari sini tarifnya kalau gak 25 ribu, ya 30ribu. Meski ujung-ujungnya saya rada keukeuh di 20ribu.

Maka saya pun bilang sama si abang becak,” 20 ribu ya bang”.

Teman saya yang mau nebeng ke supermarket depan pun heran.

**

Di perjalanan, tampak sekali si abang becak memperhatikan penumpangnya. Dalam hal pelayanan maksudnya. Setiap berjumpa lubang jalan, si abang dengan hati-hati melewatinya. Biar penumpang gak kaget.

Sampai pada lubang jalan ke sekian, di belakang ada sepeda motor yang hendak nyalip dari kiri. Pengendara sepeda motor sepertinya kesal karena becak berjalan pelan. Berulang kali dia membunyikan klakson. Si abang becak bukannya tidak mau ngasih jalan, tetapi kondisi jalan memang tidak memungkinkan.

Si pengendara motor menyalip sambil melirik kesal pada si abang becak. Celoteh saya, “sabar napa”.

Si abang becak malah komentar, “ gapapa, mbak. Cape dia, lelah pengen cepat-cepat sampai rumah”.

Saya terdiam dengan apa yang diucapkan si abang becak.

Sambil mengucap dalam hati, masya Alloh, sabar banget abang ini”.

Kami pun sampai tujuan. Abang becak itu pergi.

Saya lupa mencatat plat becak dan nomor hp abang itu. Ah, semoga ia mendapat kelimpahan rejeki yang halal baginya dan keluarga.

Siapa Memberi Akan Diberi

Hari itu ada acara di tempat kerja. Sorenya saat kami hendak pulang, kawan_sebut saja Mel_ minta dibantu membawakan perlengkapan yang ia bawa. Karena ia sendiri di kereta (sebutan untuk sepeda motor) nya sudah gak muat barang lagi meski boncengan. 

‘Gak kemana-mana dulu kan, teh? ‘, tanya Mel.

‘ Gak…. paling mampir beli telur’, jawab saya.

‘duh,  nanti jadi repot’, Mel sungkan.

‘nggak, Gak apa-apa’, jawab saya yakin.

Rumah Mel berdekatan dengan rumah kami. Meskipun  sama-sama agak lumayan jauh dari tempat kerja.

Di tengah perjalanan, kami memutuskan untuk tidak jadi mampir beli telur karena ternyata memang agak payah megangnya. Biasanya kami beli telur 1 papan (isi 30 butir).

Kami pun tiba di rumah. Perlengkapan Mel kami bawa dulu ke rumah. Tak berapa lama Mel datang hendak mengambil barangnya. Tak disangka Mel datang dengan membawa satu kantong plastik berisi 10 butir telur ayam.

‘tadi teteh ga jadi beli telur kan, ini Mel bawain tapi  cuma segini’, jelasnya.

‘lah, malah jadi dikasih telur. Makasih lho, Mel’, bahagia.

Esoknya di kantor Mel cerita. ‘teh,  tau gak. Pulang dari rumah teteh. Famili ku datang dan bawa telur 2 papan’.

Saya speechless. Dua papan berarti 60 butir. Enam kali lipat dikasih Alloh SWT. Tak disangka, tak diduga. Begitulah, memberi bukan mengurangi malah sebaliknya akan bertambah… akan bertambah.

Minimal Fotografi itu… 

Tiga tahun lalu mulai tertarik ke dunia minimal. Hal-hal kecil di sekitar menjadi bidikan. Lampu, tembok, jam dinding, sapu, tiang listrik, pohon kering dan sebagainya. Tak jarang meletakkan benda-benda kecil (bunga, daun, mainan) di atas kertas origami, kemudian jepret sesuka hati.

Ternyata minimal itu sederhana. Ia menggunakan jumlah minimum komponen (bentuk, warna, tekstur, garis).

Minimal itu pelit. Kalau dengan menampilkan sedikit (secukupnya) dari objek untuk petunjuk atau persepsi orang, kenapa mesti banyak dan ribet.

Meski ya minimal itu subjektif. Ada yang suka , ada yang benci. Kembali pada selera, tapi saya suka. Entah sampai kapan 🙂

Minimal itu ada dimana-mana. Tinggal pasang mata dan merekamnya dalam foto. Sambil tiduran, duduk, jalan ke dapur,  keluar ruangan bisa dicari apa yang menjadi bagian fotografi minimal.

yang dikenal luas katanya fotografi minimal dengan negative space (menampilkan ruang kosong seluas-luasnya). Tapi minimal ga melulu negative space. Kita bisa bermain dengan pola, warna, tekstur, garis, dsb. 

Walaupun simple tetep harus dilatih, dicari apa yang bikin menarik,  enak dilihat serta dapat dikenang.

 

Udah mulai penasaran dengan si minimal?  😊😊

Tahu Sumedang Renyah di Medan

tahu sumedang renyah Pernah membaca postingan di grup FB kalau ada “Tahu Sumedang” di sekitar kota Medan, tepatnya di Tanjung Morawa. Beberapa kawan kantor pun sudah menyicip langsung. Penasaran, benarkah yang dijual itu Tahu Sumedang?

Iya, karena di Medan ini banyak juga yang menjual (judulnya) Tahu Sumedang, tapi nyatanya (seperti) Gehu alias Toge di dalam tahu, yakni tahu isi sayuran yang luarnya digoreng tepung.

Sabtu (8 Juli 2016) kemarin, kami silaturahim ke tempat saudara yang sedang mudik ke Tanjung Morawa. Agak meraba-raba karena itulah kali pertama kami kesana. Lewat simpang bandara KNIA, lumayan agak jauh tetiba ada tulisan di papan pinggir jalan, “Tahu Sumedang Renyah 2km”.

Ternyata kalau dari arah Amplas, rumah makan ‘Tahu Sumedang Renyah” dimaksud berada di kanan jalan. Akhirnya kami putuskan untuk mampir setelah pulang dari tempat saudara.

antrian aneka gorengananeka gorengaHampir jam tiga sore, kami pun jadi mampir. Nampak puluhan mobil parkir. Antrian di sudut kanan menanti tahu dan aneka gorengan untuk dibawa pulang.  Pelayan pun datang menghampiri. Sengaja saya ajak ngobrol. Dan ternyata Dede, berasal dari Hariang. Artinya melewati kampung saya di Cihaur sana. Senengnya berasa ketemu saudara. Tentu saja kesempatan saya untuk ngomong pake bahasa sunda.

Dede bilang pekerja disana hampir semua berasal dari Sumedang. “aya tujuh puluhan jalmi mah, teh”, ujarnya. Kami pun memesan siomay, batagor dan soto Bandung.

soto bandungsiomay bandungSiomaynya enak, suka parenya. “Sotonya ko bening?”, tanya suami. “Namanya juga Soto Bandung”, jawab saya. Saya pun minta tolong Dede pesen aneka gorengan yang ada. Sebut saja jalabria, bala-bala, goreng ulen, odading, goring peuyeum, dkk. Rasanya seperti membeli kenangan akan kampung halaman.  “Asa ngagaleuh ti mamang-mamang di lembur”.

Dan tahunya?

Jelas, ini tahu asli sumedang. Tahu yang putih lembut di dalam, coklat renyah di luar. Bukan tahu isi, bukan tahu tepung. Jadi, yang gak bisa pergi jauh ke Sumedang sana, cicip aja Tahu Sumedang di Tahu Sumedang Renyah, Jl. Medan-Tanjung Morawa Km 16,5 (085391196360).

Mimpi apa Leonardo DiCaprio Mampir ke Leuser

Leonardo DiCaprio di Ketambe

(sing)

Every night in my dreams. I see you. I feel you. That is how I know you go on.

Far across the distance. And spaces between us. You have come to show you go on.

Near, far, wherever you are. I believe that the heart does go on. Once more you open the door. And you’re here in my heart. And my heart will go on and on

….

Lantunan suara indah Celine Dion masih terdengar merdu. Diiringi bayang-bayang kapal pesiar megah serta kejadian besar yang menimpanya. Titanic, film terlaris sepanjang masa dimana saya dan rekan seangkatan, pertama kali mengetahui si aktor utama, Leonardo DiCaprio. Puluhan tahun kemudian, saya terpesona dengan perannya di The Revenant. Lebih cool (ngebayangin salju), totalitas dan dewasa. Top deh.

Rasanya baru kemarin ngobrol sama beberapa kawan, ngimpi bisa ngundang sosok yg ternyata concern pada lingkungan dan hutan itu. (Iya, cuma ngarep sambil mikirin endorse baju pongo😂) Tepat sebulan setelah penganugerahan piala Oscar sebagai aktor terbaik (dengan pidatonya yang fenomenal) tak disangka ia datang menginjakan kaki di #TamanNasionalGunungLeuser (beneran dia oi😱) Meski sekejap, kedatangannya mengalihkan perhatian media dan masyarakat. Semoga diantara fokusnya “yang jauh aja mikirin kelestarian hutan, kenapa yang dekat ngga?” Atau “yang ganteng aja peduli sama TNGL, apalagi yang…….ganteng banget”. *eh

Berita kedatangan Leo dirilis pertama kali oleh Balai Besar TNGL melalui alamat www.gunungleuser.or.id  Tak lama sosial media pun heboh. Para jurnalis langsung memburu berita perihal apa Leo datang ke TNGL. Yang suka nonton film tertakjub-takjub si pemeran Jack Dawson dalam Titanic datang ke Indonesia. Diam-diam, tanpa hingar bingar pemberitaan. 

Meskipun berita-berita yang mendadak betebaran lebih menyorot aktor ini, semoga pertanyaan-pertanyaan: dimanakah TNGL, apa itu Stasiun Penelitian Ketambe, ada orangutan ya disana, kalo Tangkahan sebelah mana, ada badak juga gak? dsb. nyangkut di benak masyarakat. Kemudian jempol pun tertarik untuk browsing, googling, nyari tau tentang Taman Nasional Gunung Leuser khususnya atau hei ada 50 Taman Nasional (bisa jadi berkurang sekarang) di Indonesia. Tentunya dengan keindahan, kenakeragaman hayati dan kekhasan masing-masing. Serta berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Tak dapat dipungkiri perambahan, illegal logging, perburuan satwa liar, dll masih kerap terjadi. Menodai kekayaan alam Indonesia dengan pelbagai berkah dan manfaatnya bagi dunia.

Semoga kita diberikan keringanan langkah, niat, aksi nyata untuk mendukung kelestarian alam Indonesia. yeay, Save Leuser! Save Forest!
Salam lestari.

*original pic by Agus Yulianto (BBTNGL). edit splash by me.

1st Anniversary KompakerSumut

Deretan kursi dan meja kayu tertata rapi. Kendaraan di parkiran pun tak banyak, seperti jumlah pengunjung resto yang saya lihat. Pukul 14.05 WIB, waktu yang tertera di smartphone saya. Lebih lima menit dari waktu yang dijadwalkan hari ini. Nampak tiga kompakers yang asyik membuka menu di Alun-Alun Resto, Jl. Karya Wisata Medan.

Kompakers, itulah sebutan bagi  follower akun @UploadKompakan di instagram. @UploadKompakan sendiri awalnya hanyalah akun IG yang dibuat Echi Sofwan dan 3 orang temannya setahun silam. Echi, Wanda, Gigi dan Puti membangun @UploadKompakan sebagai wadah menuangkan hasil jepretannya, terutama foto-foto barang pecah belah.

Seiring waktu, follower @UploadKompakan semakin bertambah. Keempat founder yang dikenal sebagai #UKteam tak lagi sendiri. Ada puluhan ribu kompakers yang menyimak galeri @UploadKompakan, ratusan diantaranya aktif memotret sesuai tema foto yang ditentukan. Tak hanya dari dalam negeri, kompakers pun banyak yang berada di mancanegara seperti Eropa, dan Qatar. Di Indonesia, lebih dari 30 daerah membentuk komunitas  penyuka fotografi sebagai bagian dari @UploadKompakan, @KompakerSumut salah satunya.

Pukul 15.00 WIB, rekan-rekan saya satu persatu datang. Hari ini 23 Januari 2016, kami merayakan setahun kebersamaan kami dalam wadah @KompakerSumut. Awalnya @KompakerSumut bernama Kompakers Medan. Nama tersebut diubah mengingat beberapa kompakers tinggal di luar kota Medan, seperti Binjai, Brastagi, Padang Sidempuan, Siantar dan Tebing Tinggi.

Dalam pertemuan spesial ini, founder @UploadKompakan Echi Sofwan yang juga tinggal di Medan, berharap @kompakerSumut selalu kompak. “ karena yang namanya perempuan itu lembut perasaannya, kadang ada gesekan yang bisa membuat kebersamaan retak”, ingatnya.

alun-alun

Acara dimeriahkan dengan isian kuis, potong kue, door price dan foto bersama. Tak lupa beberapa agenda dicatat untuk beberapa bulan ke depan. Menjelang senja, agenda silaturahim KompakerSumut dalam rangka ulang tahun pertama pun usai. Satu persatu, kami melangkahkan kaki meninggalkan Alun-Alun Resto. Membawa harap silaturahim tetap terjalin dan hobi motrek tetap tersalurkan.  Sampai jumpa di meet up berikutnya.

(@yunita_aprilia, 24 Januari 2016) *foto @nina

 

Kenapa Ongkir Medan – Brastagi Mahal?

Seutas pertanyaan yang keluar dari mulut kami siang itu. Saat hendak mengirimkan hadiah challenge kepada teman kami di Brastagi sana. Sempat kaget sambil agak nyesek sewaktu mengetahui ongkos kirim Medan – Brastagi adalah Rp.44.500,-

What??
Kesalahan kami adalah di jaman kekinian macam ini, kagak ngintip dulu di websitenya. Ngintip di hape kan bisa ya. Itulah pelajaran yang harus dicatat – Jangan Malas Cek Ongkir-.
“Medan – Brastagi gak jauh. Alamat pun masih Jl. Jamin Ginting, jalan terpanjang seantero kota Medan”, pikir kami demikian.
tarif TIKI medan -brastagi
Sayangnya, pertanyaan kami tidak mendapat jawaban memuaskan dari petugas TIKI. “Kalau ke Brastagi memang mahal, mbak”, jawabnya. Berkali-kali kami ulang kenapa bisa mahal, padahal lebih jauh Jakarta, Garut bahkan Kalimantan. “Ke Kalimantan Rp.81.000,- untuk 2 kg yo wajar kan, mbak”, kami mulai sewot. Si mbak hanya menjawab lagi-lagi, “memang segitu, mbak”.

Penasaran kami cek, ongkir JNE Medan-Brastagi Rp 22.000,- atau Rp.25.000,-. Setengah lebih murah dibanding TIKI. Termasuk beda jauh untuk sesama jasa pengiriman barang. Harga ini sama juga dengan harga ke Medan – Garut, yang memang jelas menyebrang pulau.

“Besok-besok pake Sinabung (baca: angkutan darat) aja. 2 jam pun sampai”, usul temanku satu lagi. iya juga, mungkin itu yang paling hemat. ^^)
tarif jne medan-brastagiLalu, kenapa ongkir Medan – Brastagi tergolong sangat mahal?

Gara-Gara Jejak Petualang

Dalam perjalanan pulang kerja, iseng saya bilang sama si cinta.
“nda, besok ga usah pake baju sama kemeja ini lah”
“kenapa?”, si cinta nanya balik
“soalnya jadi ganteng-ganteng gimana gitu”, jawab saya sambil sedikit haha..
“loh…loh…loh…”, ujarnya sambil kemudian sibuk cerita.

Suatu hari di parkiran, tukang parkirnya nanya.
“wuiih, bajunya bagus bang. Udah kemana aja?
“ah banyak baju ini mah, tinggal beli pinggir jalan”
(haha. Iya juga)

Suatu hari di masjid, lagi sholat jumat.
Ada sekumpulan anak, bentar-bentar ngelirik.
Bisik-bisik. Lirik lagi. Gitu terus.
Mungkin pikir mereka, “abang itu yang di tv”.
(kalo ini bisa jadi kegeeran^^)

Suatu hari di kedai pinggir jalan.
“wah bang, aku sering nonton lho. Bagus acaranya, bang”
“tapi gak pernah nengok aku kan?”, iseng
“iya ya bang. Ko ga pernah nongol”
“la wong aku yang ngambil gambar”, jawab si cinta
(ini jelas, boong)

***
Begitulah, terkadang kita menilai orang dari bungkusnya, dari bajunya.
Tanpa tau latar belakangnya.
tapi terkadang, penilaian orang menjadi tidak penting,
Selama kita bisa tersenyum bahagia.
^^